
Dukungan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia terhadap Skema Co-Payment dalam Asuransi Kesehatan
Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menunjukkan dukungan terhadap rencana penerapan skema co-payment dalam asuransi kesehatan. Menurut mereka, aturan ini bisa menjadi solusi untuk mengatasi masalah over treatment, yaitu pemberian perawatan medis yang tidak diperlukan atau melebihi kebutuhan pasien.
Elin Waty, Ketua Bidang Kanal Distribusi & Inklusi Tenaga Pemasar Asuransi Jiwa AAJI, menjelaskan bahwa saat ini sudah ada beberapa perusahaan asuransi yang menerapkan skema tersebut. Ia menyatakan bahwa pemegang polis memiliki pilihan antara produk asuransi dengan skema co-payment atau tanpa skema tersebut. Namun, jika memilih yang menggunakan co-payment, premi yang dibayarkan akan lebih murah.
“Harapan kami dengan adanya co-payment, ketika seseorang masuk rumah sakit, mereka akan lebih sadar dan bertanya apakah layanan tersebut benar-benar diperlukan. Misalnya, jika seseorang mengalami sakit perut dan diminta melakukan MRI kepala, mereka akan mempertanyakan alasannya karena sekarang mereka ikut membayar,” ujar Elin dalam konferensi pers di Kantor AAJI.
Skema co-payment telah diatur dalam SEOJK Nomor 7/2025 dan akan berlaku mulai 1 Januari 2026. Namun, penerapan aturan ini ditunda oleh DPR RI bersama OJK dalam Rapat Kerja pada Senin (30/6/2025). Dengan skema ini, pemegang polis wajib menanggung maksimal 10% dari total klaim saat mengajukan pengajuan asuransi kesehatan. AAJI merasa besaran tersebut sudah cukup sesuai karena regulator telah melibatkan asosiasi dan perusahaan dalam diskusi terkait aturan ini.
“Kami mendukung upaya regulator karena tujuannya adalah membuat industri lebih baik dan mencegah over treatment,” kata Elin.
Budi Tampubolon, Ketua Dewan Pengurus AAJI, juga menyatakan bahwa co-payment perlu didukung karena memberikan manfaat bagi banyak pihak, termasuk pemegang polis. Meskipun demikian, ia mengakui bahwa implementasi aturan ini ditunda sementara karena masih ada beberapa pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan.
“Salah satunya adalah melakukan kajian secara mendalam dan menyampaikannya kepada berbagai pihak. Kajian kedua adalah bahwa co-payment akan memberikan manfaat yang luas, bukan hanya bagi satu pihak tetapi bagi banyak pihak,” ujarnya.
Lebih lanjut, Budi memastikan bahwa skema co-payment sudah tidak asing lagi dalam industri asuransi jiwa maupun umum di beberapa negara. Hal ini menunjukkan bahwa model ini sudah terbukti efektif dan dapat diterapkan di berbagai wilayah.
Manfaat dan Dampak Skema Co-Payment
Dengan penerapan skema co-payment, diharapkan akan terjadi peningkatan kesadaran dan tanggung jawab dari pemegang polis terhadap penggunaan layanan kesehatan. Ini dapat mencegah penggunaan layanan yang tidak perlu dan meningkatkan efisiensi penggunaan dana asuransi.
Selain itu, skema ini juga diharapkan mampu mengurangi beban finansial pada sistem asuransi kesehatan secara keseluruhan. Dengan pembagian biaya antara pemegang polis dan perusahaan asuransi, sistem akan lebih stabil dan berkelanjutan.
Pemegang polis juga akan lebih waspada terhadap tindakan medis yang diberikan. Mereka akan lebih mempertanyakan kebutuhan dan kepentingan dari setiap pengobatan yang diberikan. Hal ini dapat mendorong proses pengambilan keputusan yang lebih bijaksana dan tepat.
Kesimpulan
Skema co-payment diharapkan menjadi langkah penting dalam meningkatkan kualitas layanan kesehatan serta menjaga keberlanjutan industri asuransi. Dukungan dari AAJI menunjukkan bahwa pihak terkait percaya bahwa aturan ini akan memberikan manfaat jangka panjang bagi semua pihak. Meski ada penundaan dalam penerapan, langkah-langkah yang dilakukan dalam kajian dan diskusi menunjukkan komitmen untuk memastikan keberhasilan skema ini.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!