 (Custom) (1).jpg)
Polemik Ijazah Gibran Rakabuming Raka: Persoalan Pendidikan yang Menyentuh Kursi Wakil Presiden
Polemik terkait ijazah Gibran Rakabuming Raka, Wakil Presiden RI ke-14, kembali mencuri perhatian publik. Masalah ini tidak hanya berfokus pada pendidikan SMA, tetapi juga menyangkut ijazah Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang diklaimnya. Isu ini muncul setelah sejumlah pihak mempertanyakan keabsahan dokumen pendidikan yang digunakan Gibran sebagai syarat menjadi calon Wakil Presiden dalam Pemilihan Umum 2024.
Kritik Terhadap Ijazah SMA Gibran
Salah satu yang mengangkat isu ini adalah Dokter Tifa, seorang pakar neuroscience behavior dan pegiat media sosial. Ia menyatakan bahwa UTS Insearch Sydney, tempat Gibran dulu menempuh pendidikan, bukanlah sekolah formal. Melainkan lembaga bimbingan untuk persiapan masuk universitas. Hal ini membuatnya meragukan klaim Gibran tentang ijazah SMA.
Dokter Tifa juga menyoroti surat yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang menyatakan bahwa Gibran dianggap memiliki pengetahuan setara dengan lulusan SMK. Namun, ia menilai hal ini tidak layak karena UTS Insearch bukanlah institusi pendidikan formal.
Penjelasan dari SMP Negeri 1 Surakarta
Menanggapi isu tersebut, Kepala SMP Negeri 1 Surakarta, Wuryanti, memberikan pernyataan resmi. Ia menegaskan bahwa Gibran benar-benar lulus dari sekolah tersebut. "Mas Gibran benar-benar siswa SMP Negeri 1 Surakarta dan lulus dari sana," ujar Wuryanti. Pernyataan ini sekaligus membantah tudingan Dokter Tifa yang meragukan kebenaran ijazah Gibran.
Namun, meski telah ditegaskan oleh pihak sekolah, masih banyak yang mempertanyakan aspek lain seperti bukti-bukti tambahan, seperti foto-foto kegiatan selama masa SMA atau sertifikat kelulusan. Ini menjadi pertanyaan besar bagi masyarakat yang ingin memastikan keabsahan ijazah Gibran.
Riwayat Pendidikan Gibran
Gibran lahir di Surakarta pada 1 Oktober 1987. Ia menempuh pendidikan dasar di SDN Mangkubumen Kidul 16, Solo. Setelah itu, ia melanjutkan ke SMP Negeri 1 Surakarta dan lulus pada tahun 2002. Dari sana, ia melanjutkan studinya ke Orchid Park Secondary School, Singapura, hingga 2004. Selanjutnya, ia memilih kuliah di Australia, tepatnya University of Technology Sydney (UTS) College, yang merupakan jalur persiapan masuk universitas. Meskipun belajar selama tiga tahun, ia tidak melanjutkan ke tingkat universitas.
Setelah itu, Gibran kembali ke Singapura dan memilih kuliah di Management Development Institute of Singapore (MDIS), sebuah universitas swasta vokasi. Ia menyelesaikan studinya pada 2010 dan kemudian pulang ke Solo untuk membangun bisnis katering bernama Chili Pari.
Gugatan Hukum terhadap Gibran
Isu ini semakin memanas ketika seorang warga bernama Suban Palal mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam gugatannya, ia menuntut kerugian material sebesar Rp10 juta dan kerugian imaterial sebesar Rp125 triliun. Suban meyakini bahwa ada perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh Gibran dan KPU RI dalam Pilpres 2024.
Menurut Suban, ijazah Gibran yang digunakan sebagai syarat menjadi calon Wakil Presiden diduga cacat. Pasalnya, ijazah luar negeri yang diajukan masih diragukan keabsahannya. Hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang menyatakan bahwa calon Wakil Presiden harus tamat sekolah menengah atas atau sederajat.
Tanggapan Said Didu
Selain Dokter Tifa, mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, juga menyampaikan pandangannya. Ia menyatakan bahwa UTS Insearch bukanlah sekolah, melainkan bimbel untuk calon mahasiswa S1 di UTS. Menurutnya, aneh jika keterangan lulus UTS Insearch disamakan dengan ijazah SMA/SMK.
"Anak saya alumni S2 UTS, menjelaskan ke saya bahwa UTS Insearch bukan sekolah tapi semacam 'bimbel' utk masuk program S1 di UTS," tulis Said Didu dalam akun Twitternya.
Kesimpulan
Polemik ijazah Gibran Rakabuming Raka menjadi topik yang sangat kontroversial. Isu ini tidak hanya menyentuh reputasi pribadi, tetapi juga berkaitan dengan proses demokrasi dan syarat-syarat yang ditetapkan undang-undang. Meski sudah ada pernyataan resmi dari pihak sekolah, masyarakat tetap mempertanyakan keabsahan dokumen-dokumen yang digunakan Gibran. Masa depan politiknya pun kini bergantung pada bagaimana isu ini dapat diselesaikan secara transparan dan mendapatkan kepastian hukum.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!