
Pentingnya Deteksi Dini dalam Mengurangi Angka Kematian Kanker Payudara
Dr. Agus Jati Sunggoro, seorang praktisi sekaligus dosen Ilmu Penyakit Dalam dan konsultan Hematologi-Onkologi Medik di Universitas Sebelas Maret, menyoroti masalah tingginya angka kematian akibat kanker payudara. Menurutnya, hal ini tidak bisa dipisahkan dari rendahnya tingkat deteksi dini serta sistem kesehatan nasional yang belum sepenuhnya adaptif terhadap kebutuhan masyarakat.
Banyak pasien datang untuk berobat ketika kanker sudah mencapai stadium lanjut, biasanya stadium 3 atau 4. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam pengobatan dan meningkatkan risiko kematian. Salah satu penyebab utamanya adalah persepsi yang salah di masyarakat, seperti rasa takut, malu, atau bahkan enggan untuk memeriksakan diri sejak awal.
Meskipun pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah menyediakan program skrining gratis untuk empat jenis kanker, termasuk kanker payudara, dengan biaya ditanggung oleh BPJS Kesehatan, menurut Dr. Agus, ketersediaan program saja tidak cukup. Untuk benar-benar memberikan dampak nyata, perlu ada upaya yang konsisten dan menyentuh akar masalah, seperti:
- Peningkatan kapasitas tenaga medis di layanan primer
- Distribusi pelatihan yang merata hingga ke pelosok daerah
- Kampanye edukatif yang konsisten agar masyarakat memahami pentingnya deteksi dini
Selain itu, keberlanjutan pendanaan juga sangat penting. Tanpa dukungan sistem yang kuat, kebijakan akan sulit menjadi perubahan yang benar-benar menyelamatkan nyawa. Akses terhadap berbagai temuan pengobatan inovatif yang terus berkembang saat ini juga harus diperhatikan.
Tantangan terbesar saat ini adalah bagaimana memastikan kemajuan dalam pencegahan dan pengobatan kanker dapat diadopsi secara merata di seluruh Indonesia. Meskipun sistem kesehatan nasional telah mengalami beberapa perbaikan, baik dari sisi akses layanan, jumlah dan distribusi SDM kesehatan, maupun transformasi digital melalui platform SATUSEHAT, masih ada ruang untuk peningkatan agar sistem ini lebih tangguh, inklusif, dan merata.
Dr. Agus menekankan bahwa transformasi tidak cukup hanya berbicara tentang pengadaan obat-obatan atau peralatan medis terbaru. Ia menyarankan beberapa langkah penting sebagai bagian dari solusi, antara lain:
- Penguatan layanan primer
- Pendekatan multidisiplin yang terkoordinasi
- Pembiayaan yang lebih inklusif dan terjangkau
- Reformasi pendidikan kedokteran
Tanpa sistem kesehatan yang solid dan kolaboratif, upaya menyelamatkan nyawa pasien kanker akan sulit mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain. Di negara seperti Singapura dan Malaysia, pasien kanker ditangani oleh tim lintas spesialisasi, sehingga pengobatan lebih komprehensif. Di Indonesia, model ini belum menjadi praktik umum.
Oleh karena itu, diperlukan kebijakan dari Kementerian Kesehatan yang mendorong adopsi pendekatan kolaboratif ini secara lebih luas. Dengan sinergi seluruh pemangku kepentingan yang dimotori oleh negara, sistem kesehatan Indonesia diharapkan dapat terus diperkuat menjadi lebih inklusif, adaptif, dan berkelanjutan. Dengan demikian, setiap warga memiliki kesempatan yang setara untuk menjalani hidup yang sehat dan produktif.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!