Dokter Tan Shot Yen: MBG Wajib Perkenalkan Pangan Lokal, Bukan Makanan UPF dari Produk Lokal

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Penolakan terhadap Penggunaan Makanan Ultra-Proses dalam Program MBG

Dokter dan ahli gizi masyarakat, Tan Shot Yen, mengkritik kebijakan yang dikeluarkan oleh Badan Gizi Nasional (BGN) terkait penggunaan produk seperti biskuit, nugget, hingga burger lokal dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Dalam unggahannya di media sosial, ia menampilkan surat edaran yang diterbitkan pada 26 September 2025, yang ditandatangani oleh Deputi Bidang Sistem dan Tata Kelola BGN, Tigor Pangaribuan. Surat tersebut merespons masukan publik tentang penggunaan makanan ultra-proses (UPF) dalam menu MBG.

Dalam surat tersebut, BGN menyatakan bahwa jika produk seperti biskuit, roti, sereal, sosis, nugget, dan burger digunakan, maka prioritas akan diberikan kepada produk lokal atau buatan UMKM. Namun, menurut Tan, kebijakan ini justru menjadi langkah mundur bagi program MBG.

“Ini adalah kemunduran bagi saya. MBG seharusnya memberikan makanan bergizi, bukan bentuk yang seperti itu,” ujarnya saat diwawancarai.

Fokus pada Pangan Segar dari Petani Lokal

Tan menekankan bahwa program MBG seharusnya tidak dirancang untuk memenuhi kepentingan pemilik modal atau pabrik besar. Menurutnya, menu MBG mestinya berbasis pangan segar dari petani, peternak, nelayan, maupun penanam buah lokal. Hal ini akan lebih efektif dalam memberdayakan masyarakat kecil.

Ia juga menyebut potensi kerja sama dengan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) setempat. “Jika ingin, semua proyek nasional Presiden bisa saling mendukung. Untuk mengaktifkan ekonomi sirkular, kita bisa berdayakan Koperasi Merah Putih dalam pelaksanaan MBG,” kata Tan.

MBG sebagai Sarana Edukasi Gizi

Menurut Tan, makanan ultra-proses boleh diproduksi untuk kebutuhan rekreasi, tetapi bukan sebagai bagian dari menu MBG. Ia menilai bahwa MBG seharusnya menjadi standar edukasi gizi bagi anak-anak, memperkenalkan makanan sehat Nusantara yang bergizi seimbang.

“MBG seharusnya menjadi suatu standar yang bisa kita banggakan,” tambahnya. Ia berharap melalui MBG, siswa dapat belajar mengenali makanan sehat dan membicarakan kembali kepada orang tua mereka. Namun, kondisi di lapangan jauh berbeda dari panduan resmi MBG.

Bahaya Makanan Ultra-Proses

Tan mengingatkan bahwa makanan ultra-proses biasanya rendah nutrisi tetapi tinggi gula, garam, lemak, serta penguat rasa. Konsumsi berlebihan bisa memicu obesitas dan penyakit tidak menular seperti diabetes, hipertensi, hingga sindrom metabolik.

“Negara maju harus punya pikiran maju. Tanah air kita kaya akan pangan utuh, olahan menjadi menu Nusantara,” tegasnya. Menurut Tan, ada banyak menu pangan lokal yang bisa dimasukkan ke dalam MBG, asalkan dikreasikan agar anak-anak tidak mudah bosan.

Peran Ahli Gizi di Sekolah

Tan merekomendasikan agar ahli gizi tidak hanya mengawasi dapur, tetapi juga ikut masuk ke sekolah untuk memberikan edukasi langsung. Namun, ia mengakui bahwa kondisi saat ini membuat hal tersebut sulit dilakukan. Seorang ahli gizi harus mengawasi hingga 3.000 porsi per hari di Sentra Penyedia Pangan dan Gizi (SPPG).

“Kalau harus mengawasi 3.000 porsi per hari, ya sudah ‘tewas’ duluan di dapur,” ujarnya. Idealnya, satu ahli gizi cukup mengawasi 300–500 porsi. Jika jumlah menu melebihi 1.000 porsi per hari, maka perlu tambahan tenaga ahli.

Dorongan untuk Memberdayakan Kantin Sekolah

Lebih lanjut, Tan menilai pemerintah seharusnya memberdayakan kantin sekolah sebagai SPPG. “Dari hati kecil saya, saya tidak setuju dengan SPPG di luar sekolah. Saya lebih setuju kalau kantin sekolah dijadikan SPPG,” katanya.

Jika sekolah belum memiliki kantin, maka bisa didorong untuk membangunnya. Selain lebih dekat dengan siswa, kantin sekolah yang dijadikan SPPG juga bisa menyerap tenaga kerja setempat.

Penjelasan BGN Mengenai Makanan Ultra-Proses

Terpisah, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, tidak menjawab secara tegas apakah makanan ultra-proses boleh digunakan dalam MBG. Menurutnya, makanan ultra-proses merupakan hasil intelektualitas dalam pengolahan pangan agar steril dan aman dikonsumsi. Karena itu, makanan ultra-proses pasti telah melewati proses panjang.

“Yang sering dikhawatirkan adalah kandungan gula berlebihan,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa susu UHT adalah salah satu contohnya. Jika yang digunakan adalah susu tanpa pemanis, maka akan diterima banyak pihak.

Dadan menjelaskan bahwa UMKM kemungkinan besar belum memiliki teknologi yang setara dengan industri besar. Meski demikian, ada olahan lokal yang bisa bertahan beberapa hari dan bila diperkaya komposisi gizinya, tetap bernilai baik. Contohnya, pempek, kue-kue lokal, abon, dan lain-lain.

Kebijakan ini dimaksudkan untuk menegaskan kembali misi Presiden Prabowo Subianto sejak awal meluncurkan MBG, yaitu menghidupkan UMKM lokal sekaligus merespons masukan dari DPR, pengamat, dan masyarakat luas terkait penggunaan makanan ultra-proses dalam menu program tersebut.