
Penyebab Maraknya Kasus Keracunan dalam Program Makan Bergizi Gratis
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan bahwa pengawasan dan pembinaan terhadap standar kesehatan dan kebersihan di satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) masih belum merata. Hal ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan maraknya kasus keracunan menu makan bergizi gratis (MBG). Menurut Aji Muhawarman, Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, masalah ini tidak hanya berasal dari satu sumber, tetapi bisa disebabkan oleh berbagai faktor.
Ia menjelaskan bahwa pada akhir tahun lalu, Kemenkes telah menerbitkan pedoman pengawasan proyek MBG. Pedoman ini bertujuan untuk menjadi acuan bagi perangkat kesehatan di tingkat daerah dalam memantau dan membina SPPG yang menjadi dapur pelaksana program MBG. Pengawasan ini dapat dilakukan mulai dari tingkat provinsi hingga desa.
Dalam pedoman tersebut, sudah diatur standar kesehatan dan kebersihan dapur umum agar dapat menyelenggarakan program makan bergizi gratis. "Kemenkes menentukan inspeksi kelayakan lingkungan, pengawasan kapasitas, serta pemeriksaan sampel lingkungan secara berkala," jelas Aji.
Namun, saat ini banyak SPPG belum memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) dan belum terhubung dengan dinas kesehatan setempat. Data Kantor Staf Presiden mencatat bahwa hanya 34 dari sekitar 8.500 dapur MBG yang memiliki sertifikat kelayakan. "Ini penting dan harus segera diurus," tambah Aji.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kini menjadi sorotan setelah menimbulkan lebih dari 5.000 kasus keracunan di puluhan kota dan kabupaten di 16 provinsi. Berbagai pihak mendesak dilakukannya evaluasi terhadap program andalan pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Aji menyatakan prihatin atas maraknya kasus keracunan belakangan ini. Kemenkes akan mendorong lembaga seperti Badan Gizi Nasional (BGN) bersama-sama melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh proses program MBG. "Evaluasi akan fokus pada penyebab utamanya, titik-titik kritis, dan bagian mana yang perlu diperbaiki," ujarnya.
Kasus keracunan dalam program MBG semakin menjadi perhatian publik. Beberapa organisasi sipil meminta pemerintah menghentikan sementara program ini setelah jumlah korban meningkat tajam dalam dua bulan terakhir. Data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menunjukkan peningkatan signifikan jumlah siswa yang mengalami keracunan: 342 siswa pada Juli, 2.226 siswa pada Agustus, dan 3.145 siswa pada September.
Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Muhammad Qodari menyebut tiga lembaga, yaitu BGN, Kemenkes, dan BPOM, memiliki data berbeda terkait jumlah korban. Namun, menurut dia, perbedaan tersebut tidak signifikan. "Angka statistik tersebut sebenarnya sinkron. Semua berada di sekitar angka 5 ribu," kata Qodari.
Solusi Hukum untuk Korban Keracunan
Alfitria Nefi turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Dalam konteks ini, diperlukan solusi hukum yang tepat untuk melindungi korban keracunan makan bergizi gratis. Perlu adanya mekanisme pengaduan yang efektif, serta perlindungan hukum yang memadai bagi para korban. Pemerintah juga perlu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan program MBG agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!